Di masa wabah Corona ini semuanya dipaksa berubah. Tidak bisa tidak. Dalam tulisan kali ini, tentang kegiatan belajar mengajar. Saya mengalami pemaksaan perubahan ini dari dua sisi: sebagai pengajarnya, dan sebagai wali murid yang diajar.
Yang berbeda, yang saya ajari telah berusia dewasa (rata-rata 18 - 25 tahun) yang mustinya telah dapat membuat rencana dan keputusan sendiri. Perubahan dari kuliah konvensial ke pembelajaran di rumah masing-masing menurut saya tidak terlalu berbeda:
*Ya tetap harus belajar mandiri di luar kegiatan belajar mengajar dengan dosen.
Yang berbeda dan mungkin dapat mempengaruhi keberhasilan pembelajaran:
*Sekarang jadi nggak bisa diskusi/belajar langsung dengan teman.
*Ada kendala koneksi internet, mungkin nggak punya anggaran untuk beli kuota internet atau koneksi internet tidak mendukung. Mustinya kampus memberi kompensasi berupa kuota internet ini atas perubahan pembelajaran menjadi online.
Nah, yang repot kegiatan pembelajaran untuk anak-anak yang usianya masih kecil-kecil. Belum bisa diharapkan nyadar sendiri kalau ini tuh sekolah di rumah, bukan libur. Nah karena saya juga guru, saya bisa membayangkan, bahwa mungkin pihak sekolah pun merasakan kewajiban menyelesaikan materi yang seharusnya dikuasai murid.
Sekarang ini memasuki minggu keempat "sekolah di rumah". Pihak sekolah juga masih meraba-raba, metode apa yang paling baik dan nyaman bagi pihak sekolah dan keluarga murid. Dua minggu pertama, setiap hari ada tugas / materi yang harus dikuasai. Saya baru buat jadwal kegiatan untuk si sulung di minggu kedua: dalam sehari harus ada 3 kali kegiatan belajar, bisa bikin PR atau belajar mandiri.
Masuk minggu ketiga, mungkin banyak orang tua yang protes. Saya yakin pasti masih ada yang ayah ibunya kerja di luar rumah. Sehingga di minggu tersebut materi dikurangi sama sekali, diganti the so-called life skill. Saya sendiri yang menambahi materi, tapi sekali saja dalam sehari, bukan tiga kali lagi.
Di minggu keempat ini penyesuaian lagi, ada tugas lagi harian. Di hari ini juga ada perdana sekolah online dengan Zoom. Si sulung saya semangati untuk ikut, walaupun bener-bener dia nggak mau nyalakan video atau audionya.
Btw, post ini kok alurnya nggak mengerucut ke bagian akhir ya, haha.. Saya sebenarnya cuma mau ngeshare ini, bikin ngakak abis, wkwk.
Dapet dari Facebook.